PMII CAB.CIPUTAT DARI MASA KE MASA
No
|
Ketua Umum
|
Sekretaris Umum
|
Masa Khidmat
|
1
|
Imam Jamin
|
Abdurrahman K
|
1960-1961
|
1
|
Choliludin AS
|
A.Zuhdi Anwar
|
1961-1962
|
2
|
Choliludin AS
|
Ibrahim AR, BA
|
1963-1964
|
3
|
Chozin, BA
|
A.Kodir Hanafi,BA
|
1964-1965
|
4
|
Choliludin AS
|
Zabidi Ahmad, BA
|
1965-1966
|
5
|
Moh. Nadjid Muchtar,BA
|
Moh. Dachlan Ch
|
1966-1967
|
6
|
Moh. Dachlan Ch
|
Maman Damanhuri Ma’mun
|
1967-1969
|
7
|
Moh. Dachlan. Ch
|
Mudzakir Djaelani
|
1969-1971
|
8
|
Mudzakir Djaelani
|
Kodiri Prihatin
|
1971-1972
|
9
|
Hafidz
|
Muhaimin AG
|
1972-1973
|
10
|
Muhaimin AG
|
Bashori Hakim
|
1974-1975
|
11
|
Ujang Effendi
|
Udjang Tholib
|
1975-1976
|
12
|
Abdul Aziz
|
Ace Saefullah
|
1976-1977
|
13
|
Maman Suherman
|
Syahid Suhandi Aziz
|
1977-1978
|
14
|
Hafidz Aswad saragih
|
Syamsuri Agus
|
1979-1980
|
15
|
Ahmad Suherman
|
Gatot Abdullah Mansur
|
1980-1981
|
16
|
Suryadharma Ali
|
M. Zuher Husni
|
1981-1982
|
17
|
Muchsin Ibnu Djuhan
|
Poppy Huriati
|
1982-1983
|
18
|
Wahyu Nur Zumana
|
Iis Kholilah
|
1983-1984
|
19
|
Abdurrahman mas’ud
|
Abdullah Tholib
|
1984-1985
|
20
|
Dani Ramdani
|
Ujang Sidiq
|
1985-1986
|
21
|
Sofyan
|
Ujang Jamaludin
|
1986-1987
|
22
|
Ujang Jamaludin
|
Syaiful Umam
|
1987-1987
|
23
|
Anas Tahir Attazki
|
Thabrani Hafiz
|
1988-1989
|
24
|
Nurul Yakin Ishak
|
Hasanudin Ibnu Hibban
|
1989-1990
|
25
|
Muhtadi Alawi
|
Nurohman
|
1990-1991
|
26
|
Aceng Abdul Azis
|
Taufik Amril
|
1992-1993
|
27
|
Ahmad Fauzi Wahab
|
Abdullah
|
1994-1995
|
28
|
Mukholik
|
M. Nahzil Qawim
|
1995-1996
|
29
|
Abdurahman(Adung)
|
Syaefullah Soum
|
1996-1997
|
30
|
Ghozi Al-Fatih
|
Ali Ghozi
|
1997-1998
|
31
|
Hery Heryanto Azzumi
|
Rasito
|
1998-1999
|
32
|
M. Jamilun
|
Daan Dini Khoirunnida
|
1999-2000
|
33
|
M. Alamsyah M Jafar
|
M. Subhan Anshari
|
2000-2001
|
34
|
M. Faidzin
|
Wawan Saeful Bahri
|
2003-2004
|
35
|
Ahmad Ubaid
|
Miftahul Khair
|
2004-2005
|
36
|
Ahmad Diky Sofyan
|
Alfian Mujahidin
|
2005-2006
|
37
|
M. Sahirin
|
Haitami
|
2006-2007
|
38
|
M. Zaid
|
Syauqi
|
2007-2008
|
39
|
M.kholis Hamdy
|
M.Iqbal Alam Islami
|
2008-2009
|
40
|
Sutan Syarif hIdayat
|
Pradana Riyantori
|
2009-2011
|
41
|
Budi
|
Nurdiansyah
|
2011-2012
|
sejarah pmii ciputat
Inisiatif Pendirian
PMII
Ciputat lahir pada 20 Pebruari 1960. Di antara para pendirinya adalah
Zamroni (alm), Prof.Dr. Chotibul Umam, Drs. Nadjid Mukhtar, MA., Drs.
Muzakkir Djaelani, Drs. Zarkasih Noor, Imam Yamin, Ari Amnan, Lamingi
Lamtamzid (alm), Abdurrahman K, Zuhdi Anwar, H. Rusli, Jamhari, dan
Mahmudi (alm). Pemilihan Ciputat sebagai nama cabang dari organisasi
PMII, bukan komisariat IAIN, didasarkan atas pertimbangan lokasi di mana
kampus dan organisasi ini berada.
Saat itu, mahasiswa yang belajar di ADIA
(cikal bakal IAIN) umumnya adalah mereka yang ditugaskan belajar dari
daerahnya masing-masing. Kebanyakan dari mereka adalah guru di madrasah
(PGA) atau pegawai keagamaan. Latar belakang beragam, berasal dari
seluruh penjuru Indonesia, dan kecenderungan paham keagamaan yang
plural. Sebagian mereka berasal dari keluarga Nahdliyin dan banyak yang
aktif di kegiatan Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU).
Sebelum
PMII didirikan, para mahasiswa NU tergabung dalam berbagai organisasi
kemahasiswaan, seperti Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang
didirikan pada Desember 1955 di Jakarta dan Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama yang didirikan di Surakarta oleh Mustahal Ahmad.
Namun, secara resmi organisasi kemahasiswaan untuk kader-kader NU
ditampung di bawah IPNU. Di dalam struktur IPNU, ada badan atau lembaga
yang khusus menghimpun mahasiswa-mahasiswa NU. PMII secara resmi
didirikan di Surabaya pada 17 April 1960. Organisasi inilah yang
kemudian menghimpun mahasiswa-mahasiswa dari kalangan nahdliyin.
Organisasi PMII berada di bawah struktur PBNU, seperti organisasi IPNU
dan Anshar. Faktor-faktor didirikannya PMII adalah:
- Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
- Tidak menentunya sistem perundang-undangan dan dalam masa pemerintahan yang panca roba pada saat itu
- Keluarnya NU dari Partai Masyumi.
- Tidak nyaman lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
- Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang notabene HMI adalah underbouw-nya.
Setelah
PMII didirikan, beberapa mahasiswa yang berlatar belakang IPNU dan NU
berkumpul dan sepakat untuk merencanakan pendirian PMII Ciputat.
Kemudian, mereka menyebarkan formulir anggota PMII secara door to door
ke mahasiswa yang tinggal di perumahan komplek. Sebelumnya, formulir
anggota HMI sudah lebih dulu beredar di kalangan mahasiswa. Para pendiri
PMII termasuk yang mendapat formulir HMI, namun mereka menolak dan
justru menyebar kembali formulir yang berbeda, yaitu anggota PMII.
Dari
sejumlah formulir yang disebar, sebanyak 57 formulir kembali. Mereka
yang mengisi formulir menyatakan bersedia menjadi anggota PMII. Sebagian
mereka adalah mahasiswa baru dan adapula mahasiswa senior yang sudah
berkeluarga.
Mereka
yang menyerahkan formulir kemudian diundang dalam pertemuan Deklarasi
PMII. Deklarasi dilakukan oleh Pengurus Pusat PMII yaitu Mahbub Junaidi,
Kholid Mawardi, dan Fahrurrozi (ketua cabang Jakarta dan pengurus
pusat), dan dihadiri oleh aparat kepolisian, onggota organisasi
kemahasiswaan lain, dan unsur IAIN. Pertemuan dan deklarasi itu
dilaksanakan di dalam kampus.
Setelah
dideklarasikan, tim kemudian membentuk kepengurusan PMII Ciputat, yang
terdiri dari ketua umum Imam Yamin, wakil ketua Chotibul Umam, Ari Amnan
bendahara, Lamingi Lamtamzid sebagai sekretaris, Abdurrahman K (dari
sulawesi) sebagai sekretaris, dan beberapa nama lain seperti Zuhdi
Anwar, Mudzakir Jaelani, H. Rusli (imam tentara), Jamhari, Idris,
sebagai pengurus. Adapun Zamroni yang saat itu menjabat sebagai ketua
Dewan Mahasiswa IAIN Jakarta menduduki sebagai penasihat. Sahabat
Zamroni sendiri yang saat itu tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa
Arab IAIN Jakarta adalah pendiri PMII Pusat pada 1960.
Alasan
utama pendirian PMII adalah mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa dari kaum
nahdhiyin ke dalam satu wadah organisasi. Cita-cita awal pendirian
organisasi underbow NU ini bersifat idealis, meskipun kemudian
berkembang tujuan pragmatis. Tujuan idealis berkenaan dengan penyebaran
dan penguatan paham ahlus sunnah wal jamaah di perguruan tinggi,
terutama IAIN Jakarta. Adapun tujuan pragmatis berkisar pada
keterlibatan orang-orang dalam pengelolaan IAIN Jakarta. Melalui
organisasi ini, orang-orang PMII diperjuangkan untuk bisa menjadi dosen,
pejabat, dan pegawai di IAIN.
Pada
periode pertama, sahabat Chotibul Umam diangkat sebagai ketua umum PMII
Cabang Ciputat periode 1961–1962. Untuk periode 1962–1964, sahabat
Choliluddin AS diangkat sebagai ketua umum dengan sekretaris umum
Ibrahim AR dan bendahara Dedy Anwar. Periode awal kepengurusan PMII
Ciputat ini semasa dengan kepengurusan sahabat Said Budairi dan Cholid
Mawardi di PMII Cabang Jakarta.
Ibnu Taimiyah 56
Tujuan
mengumpulkan mahasiswa berlatar belakang Nahdliyin dan mempertahankan
tradisi keagamaan diwujudkan melalui kegiatan pembinaan anggota PMII.
Program pembinaan anggota dilakukan secara rutin melalui kegiatan
pertemuan mingguan dengan agenda utama pembacaan kitab barzanji dan
tahlilan. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi seputar ilmu
pengetahuan, keorganisasian, dan wawasan lainnya. Untuk memperkuat
silaturahim, kegiatan tersebut dilaksanakan secara bergilir dari rumah
ke rumah sesama anggota PMII.
Selain
tempat kegiatan yang berpindah-pindah, adapula tempat yang menjadi
pusat kegiatan PMII. Rumah Ari Amnan (bendahara PMII periode awal)
dijadikan tempat berkumpulnya pengurus dan anggota PMII. Ketika sahabat
Amnan telah menyelesaikan studi, tempat ini terus dijadikan pusat
kegiatan PMII. Rumah ini ditinggal penghuninya, karena harus mengabdi ke
daerah asalnya. Tempat inilah yang selanjutnya menjadi Sekretariat PMII
Cabang Ciputat hingga sekarang.
Dari kecil hingga besar
PMII
Cabang Ciputat berdiri mendahului organisasi lain, seperti HMI dan IMM
Ciputat, meskipun dari sisi persiapan sebenarnya HMI lebih siap untuk
mendeklarasikan. Setelah PMII dideklarasikan, barulah HMI didirikan
sebelum akhirnya IMM Cabang Ciputat juga didirikan beberapa tahun
kemudian.
Dari
sisi keanggotaan, PMII lebih lambat dibanding organisasi yang lain.
Beberapa mahasiswa IAIN telah menjadi anggota organisasi lain yang
menginduk ke Cabang Jakarta. Bisa dibilang, PMII lahir di saat
organisasi lain telah lebih awal merekrut anggota. Seperti halnya
anggota PMII yang umumnya berlatar belakang Nahdliyin, anggota
organisasi lain juga berlatar belakang keagamaan (dan juga politik),
seperti Masyumi atau Muhammadiyah. Kelahiran organisasi berbasis NU ini
sempat mengagetkan anggota organisasi lain.
Di
awal berdirinya, PMII Ciputat konsen pada kegiatan pembinaan anggota
masing-masing dan tidak ada ketegangan di antara mereka. Pihak kampus
pun mempersilahkan organisasi mahasiswa hidup di kampus. Apalagi secara
kuantitas, jumlah mahasiswa yang tidak aktif di organisasi kemahasiswaan
lebih banyak ketimbang mahasiswa yang aktif. Mereka pada umumnya kurang
tertatik dengan organisasi, karena mereka adalah mahasiswa-mahasiswa
yang memang ditugaskan oleh daerah untuk belajar. Sedangkan mereka yang
aktif di organisasi adalah mereka yang memang memiliki bakat dan
kepedulian yang besat terhadap organisasi, selain bidang akademik.
Tatkala
Sahabat Zamroni menjadi ketua Dewan Mahasiswa IAIN jakarta bisa
dibilang tidak ada ketegangan antar-organisasi yang berarti. Ketegangan
dan justru muncul ketika posisi Zamroni sebagai ketua dewan mahasiswa
digantikan oleh Ahmad Mudzakir yang notabene berasal dari organisasi
lain. Ketika itu, Mudzakir sering berpidato dan menyinggung NU yang
secara politik memang berseberangan dengan Masyumi. Adanya propaganda
yang saling menyudutkan di antara dua kubu yang berseberangan berakibat
pada perusakan papan pengumuman.
Ketegangan
itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial politik di aras nasional.
Masyumi dan NU yang memiliki garis politik berbeda saling bersaing.
PMII yang menjadi organisasi di bawah NU dan HMI yang berada di bawah
Masyumi turut terpengaruh pada konstelasi politik nasional ini. Ketika
Masyumi dibubarkan, HMI menjadi organisasi independen, sementara PMII
tetap berada di bawah NU.
Meski
Masyumi telah dibubarkan, tekanan terhadap organisasi PMII oleh
organisasi underbow Masyumi terus berlanjut. Tekanan itu bersifat psikis
(mental) dan fisik. Bahkan, pimpinan organisasi PMII sempat diamankan
dari upaya tindakan kekerasan dari organisasi lain.
Di
awal berdirinya, sebagaimana disebutkan, PMII hanya beranggotakan 57
orang, bahkan ada yang menyebut 7 orang (kemungkinan didasarkan pada
inisiator yang berjumlah tujuh orang-red). Dalam tradisi NU, angka tujuh
memang memiliki kandungan spiritual. Angka ini disebut di dalam
Al-Qur'an kitab sucinya seluruh umat manusia. Hari berjumlah tujuh,
langit juga tujuh, tradisi tahlilan juga memasukkan hari ketujuh,
tradisi mitoni (syukuran kehamilan) dilaksanakan di bulan ketujuh, dan
seorang anak telah diperintah untuk menjalankan shalat sejak berumur
tujuh tahun. Itulah sakralitas angka tujuh di kalangan nahdhiyin.
Begitu
juga dengan anggota tujuh orang yang memiliki makna tersendiri di
kemudian hari yang berkenaan dengan kebesaran PMII Ciputat. Dari tujuh
anggota ini membesar menjadi 17 orang, 40 orang, 57 orang, lalu
meningkat menjadi 100 orang, dan bertambah menjadi 1000 orang. Begitulah
seterusnya hingga tak tercatat sampai sekarang. Bukan tak terhitung,
tapi tak tercatat, karena saking banyaknya anggota tetapi tidak
teradministrasi dengan baik. Kita bisa menyebut jumlah 10.000 anggota,
seperti ketika menyebut jamaah NU sebanyak 40 juta. Input anggota PMII
mulai meningkat sejak tahun 1964 ketika banyak daerah yang menugaskan
para kadernya belajar di IAIN Jakarta. Mahasiswa yang berasal dari
daerah umumnya berlatar belakang NU sehingga lebih cocok untuk masuk di
PMII ketimbang di organisasi lainnya.
Idealisme dan soliditas
Mahasiswa
yang masuk PMII umumnya dilandasi semangat ke-NUan. Mereka merasa bahwa
identitas NU harus dipertahankan, sebagaimana telah mereka pertahankan
tatkala berada di daerah masing-masing. Identitas PMII berarti identitas
NU dan identitas NU adalah identitas mereka. Wajarlah ketika mahasiswa
yang masuk anggota PMII bangga dengan status organisasinya. Mereka tak
canggung lagi bicara NU di berbagai forum dan kesempatan.
Idealisme
yang tertanam dalam jiwa sangat kuat. Tekad mereka adalah
mempertahankan tradisi ke-NU-an dan memperjuangkan kelompok yang
tersingkir. Garis perjuangan tidak mudah digoyah oleh kepentingan lain.
Di antara bukti idealisme yang tertanam adalah ketika kader-kader NU
dihina oleh kelompok lain, maka secara spontan mereka melawan penghinaan
itu. Bahkan di suatu saat, kader PMII mencoba mengklarifikasi kritikan
tidak mendasar dari kelompok lain terhadap anggota dan senior PMII.
Idealisme
yang mengakar mengokohkan soliditas di antara para anggota. Meski
secara kuantitas termasuk minoritas, namun soliditas dan kekompakan para
anggota PMII sangat terasa. Kader-kader sangat mudah untuk
mengonsolidasi diri dalam berbagai kegiatan. Mereka secara suka rela
terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh PMII. Persoalan
dana yang biasa menghambat kelancaran organisasi tidak menjadi kendala
berarti bagi lajunya roda organisasi PMII.
Kualitas Menonjol
Mahasiswa
"sarungan" yang sering dianggap kolot dan tradisional ternyata mencapai
puncak kesuksesan. Tidak sedikit mahasiswa PMII yang sukses di bidang
akademik dan organisasi. Mereka menjadi yang terbaik di prestasi
akademik dan menduduki jabatan puncak di organisasi internal kampus.
Sahabat
Chotibul Umam dan Ahmad Rofii adalah contoh kader PMII Ciputat generasi
awal yang sukses di bidang akademik. Keduanya adalah mahasiswa yang
mendapat nilai akhir dengan predikat cumlaude di saat sistem pendidikan
yang tidak memberi kemudahan untuk mencapai predikat tersebut dan tidak
ada mahasiswa lain yang dapat mencapainya.
Kesuksesan
lain di bidang organisasi ditunjukkan oleh kader PMII yang menduduki
ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN Jakarta. Adalah sahabat Zamroni dan
Ahmad Sukardja yang mampu meraih puncak kepemimpinan di organisasi
internal kampus. Mereka mampu mengalahkan kader lain yang berlatar
belakang organisasi yang berbeda. Meski minoritas, namun akseptabilitas
kader PMII sangat besar di kalangan mahasiswa. Hal ini membuktikan
kompetensi yang dimiliki kader PMII lebih kompleks sehingga mahasiswa
menganggap kader PMII lebih layak untuk memimpin DEMA.
Melahirkan NU
Di
saat PMII Ciputat berdiri, warga muslim Ciputat dan sekitarnya sebagian
besar menganut aliran politik Masyumi. Bahkan, pandangan politik umat
Islam saat itu umumnya berhaluan Masyumi, karena aliran politik lainnya
tidak cocok, seperti PNI dan apalagi PKI. Meski beraliran politik
Masyumi, umat Islam saat itu memiliki tradisi keagamaan yang beragam.
Ada yang menganut ritual keagamaan ala NU, ala Muhammadiyah dan
sebagainya.
Di
tengah situasi ketimpangan antara pandangan politik dan kebutuhan
ritual itulah kader-kader PMII hadir. Sebagian anggota PMII adalah
mubaligh yang berdakwah ke kampung-kampung. Mereka mendakwahkan agama
dan tradisi yang dianut oleh NU. Ternyata apa yang mereka praktikkan
cocok dan sepaham dengan apa yang disampaikan oleh kader-kader PMII. Dan
ternyata masyarakat juga mencari "ritual" yang sempat hilang dari
pemikiran keagamaannya.
Dakwah
NU membuahkan hasil. Masyarakat dengan inisiatifnya sendiri berkumpul
dan mengikrarkan diri untuk meneruskan tradisi keagamaan yang selama ini
telah mereka praktikkan. Pada tahap selanjutnya, organisasi-organisasi
NU (dari tingkat ranting hingga cabang) didirikan. Dakwah NU dari
anggota PMII Ciputat ini menjangkau hingga wilayah Parung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar