Sejarah
masa lalu adalah cermin masa kini dan masa datang. Dokumen historis,
dengan demikian merupakan instrumen penting untuk mengaca diri. Tidak
terkecuali PMII. Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini
terbilang kurang komplit, sosok organisasi mahasiswa tersebut sudah
tergambar jelas berikut pemikiran dan sikap-sikapnya.
PMII, yang sering kali disebut Indonesian Moslem Student Movement
atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU
(Nahdlatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan
Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang juga anak dari NU.
Status anak cucu inipun diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang
dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khodjijah pada
tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H.
MASA EMBRIONAL KELAHIRAN PMII
Berdirinya
organisasi ini bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa
Nahdlatul Ulama (NU) untuk medirikan organisasi mahasiswa yang
berideologi Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja). Pada bulan Desember 1955
berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU). Berdirinya IMANU
ini ditentang keras oleh Pimpinan Pusat Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama
(IPNU) yang baru saja berdiri tanggal 24 Februari 1954. IPNU beranggapan
bahwa berdirinya IMANU masih terlalu ‘pagi’, mengingat masih minimnya
jumlah mahasiswa NU di perguruan tinggi, dan khawatir kalau IMANU justru
akan berpisah meninggalkan IPNU.
Ide
besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula
dari adanya keinginan para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk suatu
wadah (organisasi) mahasiswa. Ide ini tak dapat dipisahkan dari
eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar
puteri Nahdlatul Ulama), secara historis PMII merupakan mata rantai dari
Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk dalam Muktamar III IPNU
di Cirebon, Jawa Barat, tanggal 27-31 Desember 1858. di dalam wadah
IPNU-IPPNU ini terdapat banyak mahasiswa yang menjadi anggotanya, bahkan
mayoritas fungsionaris pengurus pusat IPNU-IPPNU berpredikat sebagai
mahasiswa.
Itulah
sebabnya, keinginan di kalangan mereka untuk membentuk suatu organisasi
khusus yang mewadahi para mahasiswa nahdliyin. Pemikiran ini sempat
terlontar pada Muktamar II IPNU
tanggal 1-5 Januari di Pekalongan, Jawa Tengah, tetapi para pucuk
pimpinan IPNU sendiri tidak menangapi secara serius. Hal ini mungkin
dikarenakan kondisi di dalam IPNU sendiri masih perlu pembenahan. Tetapi
aspirasi kalangan mahasiswa yang tergabung dalam IPNU ini makin kuat.
Hal ini terbukti pada muktamar III IPNU di Cirebon, Jawa Barat, di mana
pucuk pimpinan IPNU di desak oleh para peserta muktamar untuk membentuk
wadah khusus yang akan menampung para mahasiswa Nahdlatul Ulama, namun
secara fungsional dan struktur organisasi masih tetap dalam naungan
IPNU, yakni dalam wadah Departemen Perguruan Tinggi IPNU.
Namun,
langkah yang diambil oleh IPNU untuk menampung aspirasi para mahasiswa
nahdliyin dengan membentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU pada
kenyataannya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ini terbukti
pada Konferensi Besar (pertama) IPNU di Kaliurang, Yokyakarta, yang
diselenggarakan pada tanggal 14-16 Maret 1960. Konferensi ini memutuskan
terbentuknya suatu wadah/organisasi mahasiswa nahdliyin yang terpisah
secara struktural dan fungsionaris dari IPNU-IPPNU.
Proses kelahiran PMII
Seperti
telah disebutkan dimuka, bahwa puncak Konferensi Besar IPNU pada
tanggal 14-16 Maret 1960, di Kaliurang, Yokyakarta, dicetuskan suatu
keputusan yaitu perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa yang
terlepas dari IPNU baik secara struktural organisasi maupun
administratif. Kemudian di bentuk panitia sponsor pendiri organisasi
mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melaksanakan
musyawarah mahasiswa nahdliyin se-Indonesia di Surabaya dengan batas
waktu 1 (satu) bulan pasca keputusan tersebut.
Adapun ke 13 (tiga belas) sponsor pendiri organisasi mahasiswa itu adalah sebagai berikut:
- Chalid Mahardi (Jakarta) 8. Nuril Huda Suaidy (Surakarta)
- Said Budairy (Jakarta) 9. Laily Mansur (Surakarta)
- M. Sobich Ubaid(Jakarta) 10. Abd. Wahab Jailani (Semarang)
- M. Makmun Syukri(Bandung) 11. Hisbullah Huda (Surabaya)
- Hilman (Bandung) 12. M. Cholid Narbuko (Malang)
- H. Ismail Makky (Yogya) 13. Ahmad Husain (Makassar)
- Munsif Nahrawi (Yogya)
Seperti
diuraikan oleh sahabat Chotibul Umam (mantan Rektor PTIQ Jakarta), pra
melaksanakan musyawarah mahasiswa nahdliyin, terlebih dahulu 3 dari 13
orang sponsor pendiri itu, yaitu Hisbullah Huda (Surabaya), Said Budairy
(Jakarta), dan Maksum Syukri (Bandung) pada tanggal 19 Maret 1960
berangkat ke Jakarta menghadap Ketua Umum Partai Nahdlatul ulama (NU)
yaitu KH. Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pegangan pokok
dalam musyawarah yang akan dilaksanakan. Salah satu pesan KH. Idham
Khalid yang menjadi pegangan bagi mahasiswa nahdliyin pada waktu itu
yaitu hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat
diandalkan, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ‘ilmu untuk di
amalkan’ bagi kepentingan rakyat, bukan ‘ilmu untuk ilmu
Awal
mula berdirinya PMII nampaknya lebih di maksudkan sebagai alat untuk
memperkuat partai NU. Hal ini terlihat jelas dalam aktifitas PMII antara
tahun 1960-1972 (pra PMII menyatakan Independen) sebagian besar
program-programnya berorientasi politis. Ada beberapa hal yang melatar
belakangi, diantaranya: pertama,
adanya anggapan bahwa PMII dilahirkan untuk pertama kali sebagai kader
muda partai NU, sehingga bangunan gerakan dan aktifitas selalu
diorientasikan untuk menunjang gerak dan langkah partai NU.
Kedua,
suasana kehidupan berbangsa dan bernegara pada waktu itu sangat
kondusif untuk gerakan-gerakan politis, sehingga politik sebagai
panglima betul-betul menjadi policy
pemerintahan Orde Lama (Orla). Dan PMII sebagai bagian dari komponen
bangsa mau tidak mau harus berperan aktif dalam konstelasi politik
seperti itu. Lebih jauh sahabat Mahbub Djunaidi (ketua umum PMII pertama) mengatakan “Mereka
bilang mahasiswa yang baik adalah mahasiswa non-partai, bahkan
non-politis, yang berdiri diatas semua golongan, tidak kesana, tidak
kesini, seperti seorang mandor yang tidak berpihak. Sebaliknya kita
beranggapan, justru mahasiswa itulah yang harus berpartisipasi secara
konkrit dengan kegiatan-kegiatan partai politik”.
Kondisi di Awal Berdirinya PMII
Pada
saat PMII berhasil mengadakan konsolidasi ke dalam tubuh organisasi ,
baik tubuh pengurus maupun anggota, pada waktu bersamaan pula PMII telah
melakukan upaya-upaya nasional. Diantaranya sewaktu Persatuan Organisasi Pemuda Islam Seluruh Indonesia (PORPISI) masih hidup. PMII yang menjadi salah satu anggotanya turun aktif di dalamnya. Di samping itu PMII berkiprah dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
yakni satu komando yang bertujuan menggayang paham komunis di bumi
Indonesiadan menjaga keamanan negara dan bangsa. Di samping upaya-upaya
nasional, PMII juga berpartisipasi dalam kegiatankegiatan Internasional.
Diantaranya pada bulan september 1960 PMII ikut serta dalam Konferensi
Pembentukan Panitia Internasional Forum Pemuda se-Dunia di Moscow
(Constituent Meeting of the Youth Forum). Pada pertengahan tahun 1962
PMII mengikuti seminar World Assembly of Youth (WAY) di Kuala Lumpur.
Tahun 1962 juga, selama tiga (3) bulan, PMII berkesempatan menghadiri
Festival Pemuda se-Dunia di Helsniki, Finlandi. Pada tahun 1965 ikut
serta menghadiri seminar Internasional mengkaji masalah Palestina di
Kairo, yang diselenggarakan oleh General Union of Palestine Student
(GUPS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar