Mahasiswa sebagai insane akademis, pencipta serta pengabdi masyarakat
yang tentunya merupakan asset besar Negara dimasa depan pada era
sekarang sepertinya telah kehilangan arah gerakan khusunya dalam
menentukan orientasi sebagaimana hakikat yang seharusnya.
Hal ini sebenarnya bila kita teliti lebih jauh, mahasiswa di era
sekarang sudah mulai melupakan tugas dan fungsinya. Belum lagi sibuknya
serta kepadatan aktifitas akademik dimana hal ini selalu dijadikan
alasan yang paling utama sehingga banyak hal penting yang juga harus
menjadi prioritas lantas ditelantarkan.
Berbagai bentuk program perkaderan yang ada saat ini juga cenderung
menilai perkaderan sebagai ajang formil yang perlu dilakukan sehingga
penyampaian hal-hal yang bersifat idiologis serta hal yang bersifat
lebih prinsip pun kemudian dilupakan.
Ketika mahasiswa dihadapkan pada suatu realitas, maka mahasiswa
cenderung reaksioner tanpa mempertimbangkan berbagai aspek yang
sebenarnya terlebih dahulu diutamakan.
Sikap pragmatis yang terus menerus menghinggapi perilaku mahasiswa masa
kini juga terbukti bagaimana mahasiswa dalam hal ini belum bisa
meletakkan posisinya pada hal yang ideal.
Personality mahasiswa di era sekarang juga masih jauh dari kemandirian
dan kedewasaan dan terus semakin larut dengan masuknya berbagi bentuk
budaya barat. Hal ini tentunya akan menjadi batu sandungan ketika
mahasiswa dibenturkan dengan berbagai budaya tersebut, sehingga semangat
dan jiwa nasionalisme mahasiswa sebagai pemuda bangsa semakin hari
semakin terkikis.
Bebasnya bentuk pergaulan, tingginya angka penderita kecanduan akibat
pemakian narkoba, merupakan berbagai indicator yang menyebabkan turunya
kualitas kemandirian yang akhirnya akan menyebabkan kehancuran bagi
pribadinya dan individunya masing-masing.
Maka sebenarnya bagaimana kehidupan dan aktifitas apa yang sebenarnya
perlu dilakukan oleh para mahasiswa sehingga mahasiswa kembali kepada
jalur dan koridor ideal sesuai dengan tugas, fungsi serta peranannya
mengingat mahasiswa adalah insane akdemis yang merupakan abdi masyarakat
dan Negara serta agamanya dan tidak boleh dilupakan bahwa mahasiswa
adalah asset bangsa di kemudian hari????????
Kampus yang hari ini dikatakan sebagai salah satu wadah yang mencetak
asset ataupun generasi penerus bangsa dan kampus dikenal sebagai lembaga
akademik yang juga berperan dalam mencetak berbagai tenaga ahli serta
orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk masyarakat dilingkungannya,
sekarang sudah jauh dari makna yang ada.
Mahasiswa hari ini sebenarnya harus kembali disadarkan akan berbagai
peran dan fungsinya. Salah satu yang harus dipahami bahwa mahasiswa
adalah pusat dinamisasi gerakan suatu Negara. Hal lain yaitu mahasiswa
sebagai agen perubahan dan control sosial dimana mahasiswa memiliki
kemampuan dengan kemampuan intelektual, berpikir cerdas, serta sigap
dalam berbagai kondisi memang seharusnya diharapkan untuk dapat
memberikan perubahan yang signifikan paling tidak pada lingkungan kampus
dan lingkungan yang berada didekatnya.
Mahasiswa hari ini harus mampu menentukan orientasinya kedepan dengan
berbagai pertimbangan tentunya serta mampu menyusun segala prioritas
didalam setiap tindakan sehingga target serta visi yang diahrapkan dapat
tercapai sesuai harapan. Hal ini tentunya bias dilakukan dengan tanpa
mengesampingkan pola yang dilakukan juga sesuai dengan nilai-nilai yang
tertanam pada falsafah Negara Indonesia.
Berbagai bentuk gerakan yang harus dilakukan oleh mahasiswa masa kini
juga harus kembali pada hakikatnya yang mana ketika hari ini mahasiswa
melakukan satu movement maka gerakan ini harus gerakan idiologis
MAHASISWA SEBAGAI GENERASI PERUBAHAN
Sedikit pandangan dari sudut yang berbeda. Orang bilang, mahasiswa
adalah agen perubahan, atau mungkin lebih sering kita dengar “Agent of Change”. Setujukah..?
Saya sendiri sebagai seorang mahasiswa merasa ada yang janggal dengan
predikat itu. Menurut saya pribadi, agen perubahan bukan hanya ada di
pundak-pundak si mahasiswa, tetapi di setiap insan yang mengaku mencintai, ingin membela dan ingin membangun ibu pertiwi ini.
Mungkin “Agen Perubahan” yang dipercayakan kepada mahasiswa bukan hanya
sebuah predikat semata, melainkan ada harapan besar yang tersimpan
didalamnya. Harapan untuk perubahan negeri yang semakin “tak terarah”
ini. iya, tak terarah. Ini terlihat dari konstitusi yang semakin
“dijauhi” oleh para pengayom negeri.
Kembali pada persoalan mahasiswa sebagai agen perubahan, ± 104 tahun
yang lalu Indonesia menjadikan salah satu tanggal, yaitu tanggal 20 di
bulan Mei kemarin sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Bangkit, dalam
konteks ini merupakan sebuah kata sederhana yang begitu diharapkan pada
negeri bernama Indonesia ini. sedangkan perubahan, merupakan pengharapan
yang diletakkan pada pundak-pundak para muda-mudi Indonesia dengan
’title’ mahasiswa. Ada sinkronisasi rupanya disini.
Mahasiswa mungkin tak banyak menyadari bahwa mereka menjadi tumpuan
‘kebangkitan’ yang diharapkan negeri ini. terbukti perubahan yang mereka
ciptakan tak hanya memiliki satu sisi saja, positif. Ada sisi lain yang
terlihat lebih banyak ‘menggoda’ mahasiswa untuk disinggahi.
Berdasarkan tinjauan saya, mahasiswa lebih dikenal sebagai ‘penyuara’.
Ya, penyuara isi-isi kepala mereka. saya pribadi sebagai mahasiswa
memandang ini sebagai kewajaran selama yang disuarakan adalah pembelaan
terhadap yang benar, mungkin ini sebuah sikap antisipatif terhadap
ke’dzalim’an stadium lanjut. Namun masih saja ada oknum-oknum yang
berlebihan dalam menyuarakan sikap antisipatif mereka. Antisipatif tak
harus anarkis kan..? saya sendiri sebagai seorang mahasiswa merasa resah
dengan teori anarkisme yang dilambungkan atas nama mahasiswa. Mengapa
harus anarkisme..?
Membaca tulisan diatas mungkin menimbulkan banyak tanya dalam benak Anda sebagai pembaca, terutama jika Anda mahasiswa. “Ya karena memang selama ini suara kami jarang didengar, atau bahkan tidak pernah, maka dari itu kami berbuat anarkis”.
Itu mungkin satu klise alasan seorang mahasiswa menjawab pertanyaan
saya diatas. Lalu bagaimana dengan realita..? bayangkan jika Anda pergi
ke suatu tempat, dan akses yang Anda lalui untuk ke tempat tersebut
terhalang oleh aksi unjuk rasa yang digelar oleh demonstran. Tak lama,
sebagian dari Anda mungkin berfikir,“mahasiswa mana tuh yang demo..?”. Disini terlihat bahwa demo/unjuk rasa identik dengan keberadaan mahasiswa di dalamnya. Inikah image yang diharapkan dari seorang agen perubahan…?
Lantas bagaimana..? tidak semua kok mahasiswa anarkis..? banyak juga
mahasiswa yang memang ‘lurus-lurus saja’, membawa perubahan untuk
negeri ini, jangan hanya dilihat negatifnya, coba lihat positifnya..
Kalimat seperti diatas mungkin juga serupa dengan apa yang ada di benak
Anda, para pembaca. Memang benar, banyak mahasiswa yang telah sukses
‘memenuhi janjinya’ sebagai agen perubahan. Tak sedikit dari mereka yang
telah memajukan roda perekonomian dengan inovasi-inovasi yang mereka
hadirkan. Siapapun bangga atas prestasi tersebut. Namun, inilah
sesungguhnya masalahnya. Mahasiswa-mahasiswa yang seperti ini layaknya
mutiara yang tertimbun, dan makin tertimbun oleh gerusan modernisasi.
Kemana mereka..? seperti yang saya katakan tadi, banyak yang tak
menyadari bahwa mereka dipercayakan sebagai agen perubahan dan ‘katrol
pembangkit’ negeri ini.
Jumlah mahasiswa yang “lurus-lurus saja” lebih sedikit, sehingga kurang
terlihat jika dibandingkan dengan mereka -mahasiswa yang anarkis. Tugas
kita adalah menjadi bagian dari yang sedikit itu, walaupun menjadi
mahasiswa yang “lurus-lurus saja” tidaklah mudah.
Marilah kita mahasiswa – mahasiswi Indonesia, mari kita capai predikat “The Real Agent of Change”,
perubahan ada di tangan kita para pemikir-pemikir muda. Kita tidak
hanya membuat orang tua atau kerabat bangga, tapi semuanya. Ya,
semuanya. Mari majukan negeri yang masih memiliki harapan untuk bangkit
ini. betul, negeri ini masih bisa bangkit.
Mungkin ini hanya sekedar tulisan, yang bisa saja hanya sekedar “lewat”
di mata dan pikiran pembaca. Ini mungkin hanya sebuah kontribusi kecil
yang bisa saya sumbangkan melalui pemikiran saya, semoga kontribusi
kecil ini bisa ikut menggerakkan nurani para mahasiswa/i untuk negeri
yang sama-sama kita cintai ini.
Mahasiswa (Agent of Change dan Agent of Control)
Pandangan
sebagai kaum yang mempunyai pengetahuan lebih, kaum yang sanggup
menjadi sarana perubahan bangsa dan negara, kaum yang mampu mengkritisi
para pemimpin. Beban inilah yang selalu membayangi seorang mahasiswa.
Semua ini menjadi beban, karena mahasiswa masa kini telah tak mampu
menjalankan sebagaimana mestinya perananya. Baik untuk diri sendiri
maupun masyarakat.
Disaat mahasiswa di tuntut akan keintelektualannya, apa yang terjadi? Mahasiswa tidak mampu menerapkan apa yang telah didapatnya. Percuma, banyak buku yang telah di telan, banyak bacaan yang ditransfer ke memorinya, dan ilmu-ilmu yang di perolehnya di bangku kuliah dan dimanapun diperoleh. Namun, mahasiswa tidak sanggup mengolahnya, tidak sanggup mengamalkannya, tidak sanggup memecahkan masalah sepele. Justru otot yang mereka andalkan. Mau jadi apa bangsa dan negara ini? Jika mengharapkan generasi yang hanya berotot namun tak berisi.
Sebagai agen perubahan (agent of change) pun tak luput dari sosok seorang mahasiswa. Sungguh malu dan mirisnya, jika sebutan itu hanya menjadi wacana tanpa adanya suatu tindakan. Jika keintelektualan mahasiswa sudah tidak berfungsi lagi, apa gunanya agent of change? Hanya sebutan saja memang. Untuk itu, tidak salahnya jika kita para mahasiswa masa kini wajib berkiblat pada kiprah mahasiswa-mahasiswa terdahulu. Seberapa besarnya jasa dan perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta, seberapa besarnya peran mahasiswa sanggup menumbangkan Orde Baru dan membuka Masa Reformasi. Dan masih banyak mahasiswa-mahasuswa terdahulu yang mempunyai peranan penting bagi perkembangan Indonesia.
Tidak di pungkiri memang. Dengan sikap kekritisan mahasiswa, tak sedikit para pemimpin yang di nilai tidak mengayomi, dapat di tumbangkan. Namun, kekritisan itu dapat di pandang sebuah kebenaran, ketika sanggup memihak pada kebenaran, kemaslahatan bersama dan tanpa ke anarkisan. Namun apa? Kekritisan mahasiswa masa kini justru berupa ke anarkisan dan saling menyalahkan bahkan menyerang satu sama lain.
Tak henti- hentinya, banyak penilaian yang tertuju pada mahasiswa. Materialisme dan konsumerisme juga tak luput dari sosok mahasiswa, dimana pemakaian produk-produk luar negeri dan semua yang menjadi trend, mahasiswa bela-belakan untuk memenuhinya.
Kehidupan bermasyrakatpun sangat minim sekali tercermin, tak banyak mahasiswa yang sanggup mengabdikan diri dan bersosialisasi dengan masyarakat luas. Hanya masih segelintir orang yang benar-benar layak di sebut sebagai Mahasiswa. Seharusnya kita tau, peran mahasiswa adalah sebagai agent of change, meneruskan tongkat estafet para pendahulu, sanggup menjadi kaum panutan, menjadi manusia yang kritis namun terarah, dan sanggup menjadi makhluk social seutuhnya.
Lalu, apakah semua ini sudah kita lakukan? Sudah adakah pada diri kita masing-masing yang mengaku sebagai seorang MAHASISWA ( siswa yang terbesar )? Jika semua itu belum ada, tidak salah memang. Jika Mahasiswa di ibaratkan sebagai Raksasa Tidur. Mengaku sebagai orang yang berkependidikan lebih. Namun, tak ada perubahan yang sanggup dicapai. Apalagi sesuatu yang sanggup menjadi sejarah dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Untuk menghilangkan ungkapan itu, bangunlah wahai mahasiswa dari tidur panjangmu!!! Perubahan menanti usahamu. Sejarah pun menanti aksimu. Marilah sahabat-sahabat semua, renungkanlah sejenak apa yang sudah kita kerjakan hingga detik ini sebagai Mahasiswa. Sebuah wacana tak ada artinya ketika tidak ada tindakan nyata. Karena “Sebaik – baiknya manusia di dunia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain.”
Jangan biarkan Mahasiswa menjadi agen penghancur jati diri bangsa.
Jaya Mahasiswa!!! Hidup Agent of Change!!!
- See more at: http://mirza3m.com/2012/01/04/mahasiswa-raksasa-tidur/#sthash.M4YcNWGh.dpuf
Disaat mahasiswa di tuntut akan keintelektualannya, apa yang terjadi? Mahasiswa tidak mampu menerapkan apa yang telah didapatnya. Percuma, banyak buku yang telah di telan, banyak bacaan yang ditransfer ke memorinya, dan ilmu-ilmu yang di perolehnya di bangku kuliah dan dimanapun diperoleh. Namun, mahasiswa tidak sanggup mengolahnya, tidak sanggup mengamalkannya, tidak sanggup memecahkan masalah sepele. Justru otot yang mereka andalkan. Mau jadi apa bangsa dan negara ini? Jika mengharapkan generasi yang hanya berotot namun tak berisi.
Sebagai agen perubahan (agent of change) pun tak luput dari sosok seorang mahasiswa. Sungguh malu dan mirisnya, jika sebutan itu hanya menjadi wacana tanpa adanya suatu tindakan. Jika keintelektualan mahasiswa sudah tidak berfungsi lagi, apa gunanya agent of change? Hanya sebutan saja memang. Untuk itu, tidak salahnya jika kita para mahasiswa masa kini wajib berkiblat pada kiprah mahasiswa-mahasiswa terdahulu. Seberapa besarnya jasa dan perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta, seberapa besarnya peran mahasiswa sanggup menumbangkan Orde Baru dan membuka Masa Reformasi. Dan masih banyak mahasiswa-mahasuswa terdahulu yang mempunyai peranan penting bagi perkembangan Indonesia.
Tidak di pungkiri memang. Dengan sikap kekritisan mahasiswa, tak sedikit para pemimpin yang di nilai tidak mengayomi, dapat di tumbangkan. Namun, kekritisan itu dapat di pandang sebuah kebenaran, ketika sanggup memihak pada kebenaran, kemaslahatan bersama dan tanpa ke anarkisan. Namun apa? Kekritisan mahasiswa masa kini justru berupa ke anarkisan dan saling menyalahkan bahkan menyerang satu sama lain.
Tak henti- hentinya, banyak penilaian yang tertuju pada mahasiswa. Materialisme dan konsumerisme juga tak luput dari sosok mahasiswa, dimana pemakaian produk-produk luar negeri dan semua yang menjadi trend, mahasiswa bela-belakan untuk memenuhinya.
Kehidupan bermasyrakatpun sangat minim sekali tercermin, tak banyak mahasiswa yang sanggup mengabdikan diri dan bersosialisasi dengan masyarakat luas. Hanya masih segelintir orang yang benar-benar layak di sebut sebagai Mahasiswa. Seharusnya kita tau, peran mahasiswa adalah sebagai agent of change, meneruskan tongkat estafet para pendahulu, sanggup menjadi kaum panutan, menjadi manusia yang kritis namun terarah, dan sanggup menjadi makhluk social seutuhnya.
Lalu, apakah semua ini sudah kita lakukan? Sudah adakah pada diri kita masing-masing yang mengaku sebagai seorang MAHASISWA ( siswa yang terbesar )? Jika semua itu belum ada, tidak salah memang. Jika Mahasiswa di ibaratkan sebagai Raksasa Tidur. Mengaku sebagai orang yang berkependidikan lebih. Namun, tak ada perubahan yang sanggup dicapai. Apalagi sesuatu yang sanggup menjadi sejarah dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Untuk menghilangkan ungkapan itu, bangunlah wahai mahasiswa dari tidur panjangmu!!! Perubahan menanti usahamu. Sejarah pun menanti aksimu. Marilah sahabat-sahabat semua, renungkanlah sejenak apa yang sudah kita kerjakan hingga detik ini sebagai Mahasiswa. Sebuah wacana tak ada artinya ketika tidak ada tindakan nyata. Karena “Sebaik – baiknya manusia di dunia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain.”
Jangan biarkan Mahasiswa menjadi agen penghancur jati diri bangsa.
Jaya Mahasiswa!!! Hidup Agent of Change!!!
- See more at: http://mirza3m.com/2012/01/04/mahasiswa-raksasa-tidur/#sthash.M4YcNWGh.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar