Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi
kemahasiswaan independen, non-frofit, yang didirikan pada 17 April 1960,
di Surabaya. Identitas PMII
secara umum terletak pada tiga ruang gerak: Intelektual, Keagamaan, dan
Kebangsaan. Identitas tersebut menjadi kekuatan moral dan spiritual
untuk memaknai kehidupan berbangsa yang sasarannya adalah untuk
menegakkan asas keadilan sosial, mengimplementasikan kedaulatan rakyat
(demokrasi), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk
final.
Sebagai organisasi Islam, PMII meyakini bahwa kehadirannya adalah untuk mewujudkan peran khalifatullah fil ardhi, meneruskan risalah kenabian dan menjadi rahmat bagi semua manusia. Sebagai organisasi yang berasaskan Pancasila, PMII mempunyai komitmen kebangsaan yang utuh dan proporsional, yang diaktualisasikan melalui partisipasi dalam pembangunan watak bangsa yang berprikamanusiaan dan berkeadilan.
Integrasi dari paham keagamaan dan kebangsaan tersebut, mengharuskan
PMII berdialektika aktif dengan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perwujudan nyata dari dialektika itu adalah komitmen organisasi terhadap
persoalan-persoalan mendasar masyarakat dan kemanusiaan, yang
seringkali merupakan akibat negatif yang mengiringi proses pembangunan.
Secara kategoris, persoalan-persoalan itu dapat dipilah ke dalam
beberapa hal: persoalan keberagamaan dan kebudayaan; pemerataan ekonomi
dan perwujudan keadilan sosial, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat
sipil (civil society) dan penegakan hak asasi manusia; dan kepedulian
terhadap limgkungan.
Realitas dalam gambaran ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan
wajah PMII dan orientasi pengembangan yang dilakukan. Gerak perubahan
dimengerti dalam bangunan kesejatian kesadaran atas realitas yang penuh,
kepercayaan kekuatan budaya, tradisi, dan ritualnya, pilihan gerakan
dan keberpihakan serta dalam bentuknya yang sangat praktis pola-pola
gerakan yang dikembangkan. Revolusi makna PMII mulai dari penumbuhan
wacana Independensi sebagai kekuatan untuk menjaga eksistensinya dari
intervensi, kooptasi, dan hegemoni kekuatan mainstrem dari luar,
termasuk yang dikembangkan dan diideologikan oleh negara.
Wacana Independensi kemudian berkembang dan terus melakukan
metamorfosis sampai pada titik baru bangunan kemandirian. Sebagai upaya
untuk mengarahkan pada kekuatan masyarakat yang independen dan mempunyai
kemandirian, kemudian tumbuh filosofi gerakan Liberasi. Pendekatan
Akhlussunnah Waljama’ah buka lagi sebagai sebuah mazhab tetapi seabagai
manhaj al-fikr (metodologi berfikir) dengan melakukan telaah kritis atas
nilai-nilai universal yang memihak kepada masyarakat (civil society),
telaah kritis atas wacana-wacana yang dikembangkan negara, serta
pembiasaan pemberdayaan masyarakat sipil sebagai perwujudan cita-cita
masyarakat terbuka (open society) dan sejahtera. Sehingga free market of
ideas betul-betul terjadi dalam ruang publik. Wacana ini kemudian
sebagai mainstream gerakan dan menjadi pijakan pergerakan secara
institusional.
PMII, INDONESIA, DAN DUNIA
- PMII Memandang Indonesia dan dunia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme modern. Kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola pikir positivistic modernisme. Akibatnya kreativitas dan pola piker manusai menjadi tidak berkembang kaena dipinggirkan.
- Dunia, khususnya Indoensia, adalah masyarakat yang plural baik etnik, tradisi, kultur maupun kepercayaan. Oleh karena itu sangat diperlukan kerangka berpikir yang memberikan tempat yang sama bagi individu maupun kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara maksimal melalui dialog yang terbuka dan jujur.
- Selama pemerintahan Orde Baru yang represif dan otoriter dengan pola yang hegemonic, ruang publik masyarakat Indonesia hilang karena direnggut oleh kekuatasn negara. Dampaknya adalah berkembangnya budaya bisu dalam masyarakat sehingga proses demokratisasi terganggu karena sikap kritis diberangus.
- Masyarakat Indonesia, bahkan dunia, pada umumnya masih terbelenggu oleh dogmatisme agama dan tradisi. Dampaknya secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif terhadap ajaran dan fungsi agama sehingga sulit membedakan mana yang dogma dan mana pemikiran. Akibat selanjutnya, agama menjadi kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakan nilai kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar